Seminar Internasional STAI Sadra Bahas Hikmah Amaliyah dan Etika Islam Kontemporer

(Tengah Kanan) Ayatullah Prof. Dr. Ali Abbasi, Rektor Universitas Internasional Al Mustafa memberikan keynote speech dalam Seminar Internasional bertajuk “Pengembangan Filsafat Praktis (Hikmah Amaliyah) dalam Masyarakat Islam Modern”, Jum'at (31/10/2025) Jakarta.

Hajiumrahnews.com — Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sadra Jakarta menggelar Seminar Internasional bertajuk “Pengembangan Filsafat Praktis (Hikmah Amaliyah) dalam Masyarakat Islam Modern” di Auditorium Al-Mustafa, Kampus STAI Sadra, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Kegiatan diselenggarakan secara hybrid dan dihadiri mahasiswa, dosen, diplomat, serta tokoh ormas Islam.

Seminar bertujuan memperdalam pemahaman hikmah amaliyah atau filsafat praktis Islam dalam menghadapi tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, dan perubahan sosial yang dinamis di masyarakat Muslim modern.

Acara ini menghadirkan pembicara lintas negara dan disiplin, antara lain:

  • Ayatullah Prof. Dr. Ali Abbasi, Rektor Universitas Internasional Al-Mustafa (keynote speaker);

  • Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI;

  • Prof. Dr. Mulyadi Kertanegara, Guru Besar Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah;

  • Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Ph.D., Rektor Universitas Paramadina.

Seminar dipandu oleh Ammar Fauzi, Ph.D, Wakil Ketua I Bidang Akademik STAI Sadra.

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Hossein Mottaghi, Direktur Yayasan Hikmat Al-Mustafa, menyebut Indonesia sebagai pusat potensial pengembangan filsafat praktis Islam.

“Indonesia memiliki kekayaan sosial dan tradisi tasawuf yang kuat. Potensi sumber daya manusia dari Iran dan Indonesia dapat saling melengkapi dalam membangun hikmah amaliyah untuk masyarakat modern,” ujarnya.

Sebagai pembicara utama, Ayatullah Prof. Ali Abbasi menekankan bahwa hikmah amaliyah merupakan cabang filsafat yang menuntun manusia pada tindakan nyata, bukan hanya teori.

“Hikmah amaliyah membahas apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Nilai-nilai ini tumbuh dari kearifan masyarakat dan menjadi dasar tindakan etis,” jelasnya.

Ia menambahkan, hikmah amaliyah sejati lahir dari kesadaran iman dan kebergantungan kepada Tuhan, yang mendorong manusia berperilaku baik.

“Dalam tradisi klasik, hikmah terbagi tiga: akhlak, manajemen keluarga, dan politik. Ketiganya menunjukkan keterkaitan erat antara ilmu teoritis dan praktik kehidupan,” ujarnya.

Abbasi juga menyoroti krisis makna kebahagiaan di era modern.

“Masyarakat modern sering kehilangan arah dalam mendefinisikan kebahagiaan. Hikmah amaliyah hadir untuk mengembalikan orientasi manusia kepada makna sejati kebahagiaan,” tegasnya.

(Paling kanan) Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A. (Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Kementerian Agama RI)  menyampaikan paparannya dalam Seminar Internasional bertajuk “Pengembangan Filsafat Praktis (Hikmah Amaliyah) dalam Masyarakat Islam Modern”, Jum'at (31/10/2025) Jakarta.

Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A. menekankan hubungan erat antara kurikulum berbasis cinta dan filsafat praktis.

“Kurikulum berbasis cinta berawal dari kecintaan kepada Tuhan, yang melahirkan cinta kepada sesama dan alam. Inilah manifestasi nyata hikmah amaliyah,” katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya menanamkan akal spiritual agar manusia hidup seimbang antara rasionalitas dan spiritualitas.

Sementara Prof. Dr. Didik J. Rachbini mengaitkan konsep hikmah amaliyah dengan pemikiran Nurcholish Madjid.

“Universitas Paramadina adalah eksperimen intelektual dalam menerapkan hikmah amaliyah di ranah pendidikan dan sosial. Ilmu akal dan hati harus berjalan seimbang; kitab dan hikmah adalah satu kesatuan,” ujarnya.

Adapun Prof. Dr. Mulyadi Kertanegara menyoroti relevansi hikmah amaliyah bagi kesehatan mental modern.

Banyak orang modern mengalami gangguan jiwa karena kehilangan panduan moral. Etika dalam hikmah amaliyah dapat berfungsi sebagai kedokteran ruhani, sebagaimana dokter menyembuhkan penyakit fisik,” paparnya.

Seminar internasional ini menjadi wadah kolaborasi antara intelektual Indonesia dan Iran untuk merumuskan kembali makna filsafat praktis Islam di era modern.

STAI Sadra Jakarta menegaskan komitmennya untuk menjadikan hikmah amaliyah sebagai pondasi etika, spiritualitas, dan rasionalitas masyarakat Islam kontemporer.

“Filsafat praktis harus menjadi panduan hidup, bukan hanya konsep akademik,” tutup panitia dalam pernyataan resminya.