Hajiumrahnews.com, Jakarta – Sebanyak 13 asosiasi penyelenggara haji dan umrah secara tegas menolak rencana legalisasi umroh mandiri yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang tengah dibahas DPR RI bersama pemerintah. Mereka menilai, kebijakan ini berisiko tinggi terhadap keselamatan jamaah, membuka peluang penipuan, serta berpotensi mengalirkan miliaran rupiah uang umat ke marketplace global dan mematikan ribuan pelaku usaha resmi di dalam negeri.
Juru bicara Tim 13 Asosiasi, Muhammad Firman Taufik, menegaskan sikap penolakan ini dalam konferensi pers di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
“Sikap kami tegas menolak legalisasi umroh mandiri. Karena bisa melepas perlindungan jamaah, membuka celah penipuan dalam dan luar negeri, serta memberi peluang besar bagi marketplace global untuk menguasai pasar jamaah Indonesia,” ujar Firman yang juga Ketua Umum Himpuh.
Firman menambahkan, umroh mandiri akan menyebabkan kebocoran ekonomi umat ke luar negeri dan mematikan peran penyelenggara resmi.
“Seharusnya pemerintah memberikan pembelaan kepada pelaku usaha dalam negeri dalam framing bela dan beli produk Indonesia,” imbuhnya.
Konferensi pers ini dihadiri pimpinan 13 asosiasi yang menaungi 3.421 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), antara lain Amphuri, Ampuh, Ashuri, Asphirasi, Asphuri, Asphurindo, ATTMI, Bersathu, Gaphura, Himpuh, Kesthuri, Mutiara Haji, dan Sapuhi.
Sekretaris Jenderal DPP Amphuri, Zaky Zakaria Anshari, mengingatkan bahwa penyelenggaraan haji dan umrah adalah warisan perjuangan umat yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan.
“Sejak dulu banyak umat Islam yang menyelenggarakan haji dan umroh. Bahkan sekarang hampir semua dai nasional sampai daerah juga memiliki usaha penyelenggaraan haji dan umroh,” ujarnya.
Ia mencontohkan peran ormas Islam seperti Muhammadiyah melalui Bagian Penolong Haji (1912), Nahdlatul Ulama melalui ASBIHU, PERSIS dengan Karya Imtaq, serta kontribusi pesantren, majelis taklim, lembaga zakat, dan para ulama.
“Fokus kami adalah melindungi jamaah, menjaga amanah ibadah, dan menyelamatkan ekosistem ekonomi umat yang telah terbangun sejak sebelum kemerdekaan,” kata Zaky.
Menurut data asosiasi, sektor haji dan umrah bernilai sedikitnya Rp 30 triliun per tahun, dikelola oleh ribuan perusahaan berizin resmi yang menghidupi ratusan ribu pelaku usaha dan ribuan mitra UMKM, mulai dari penjahit ihram, katering, transportasi, hingga penginapan.
Sebagai informasi, DPR telah mengesahkan draft RUU Haji dan Umrah menjadi usul inisiatif pada sidang paripurna 24 Juli 2025. RUU tersebut kini menunggu usulan dari pemerintah untuk dibahas pada tahap I bersama DPR.