Hajiumrahnews.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil delapan orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Salah satunya adalah Komisaris Independen PT Sucofindo, Zainal Abidin, yang diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (4/9/2025).
Selain Zainal, saksi lain yang dipanggil yaitu Syam Resfiadi, Ketua Asosiasi Travel Haji Sapuhi; Rizky Fisa Abadi, Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus periode 2022–2023; Muhammad Al Fatih, Sekretaris Eksekutif Kesthuri; serta Juahir dari Divisi Visa Kesthuri.
Adapun saksi lainnya ialah Firda Alhamdi, Karyawan PT Raudah Eksati Utama; Syarif Hamzah Asyathry, Wiraswasta; dan M. Agus Syafi’, Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus periode 2023–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan materi pokok pemeriksaan baru akan diungkap setelah penyidikan rampung. "Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024," ujarnya.
Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa Firman Muhammad Nur, Direktur Utama PT Kafilah Maghfirah Wisata sekaligus Ketua Umum AMPHURI, bersama dua pihak travel lainnya, yakni Kushardono dari PT Tisaga Multazam Utama dan Agus Andriyanto, Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya. Mereka dimintai keterangan soal mekanisme kuota tambahan haji 2024 dan dugaan fee yang diminta oknum Kemenag.
Kasus ini bermula dari tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan Arab Saudi setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Berdasarkan SK Menag Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Dari kuota khusus, 9.222 untuk jamaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel swasta.
Namun, KPK menemukan adanya praktik jual beli kuota haji khusus oleh oknum Kemenag bersama travel swasta, dengan setoran 2.600–7.000 dolar AS per kuota, setara Rp41,9 juta hingga Rp113 juta.
Sementara itu, kuota reguler dibagi ke 34 provinsi, dengan porsi terbanyak Jawa Timur (2.118 jamaah), Jawa Tengah (1.682 jamaah), dan Jawa Barat (1.478 jamaah).
Skema pembagian tersebut diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur kuota 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Perubahan komposisi ini diduga membuat sebagian dana haji yang seharusnya masuk ke kas negara dialihkan ke pihak swasta.
Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun. KPK menyatakan penyidikan masih berjalan untuk mendalami aliran dana serta pihak lain yang terlibat.