DPR Kawal Persiapan Haji 2026, Kemenhaj Dihadapkan pada Ujian Perdana

Hajiumrahnews.com – Penyelenggaraan ibadah haji 2026 akan menjadi ujian perdana bagi Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj), lembaga baru hasil pemisahan dari Kementerian Agama. DPR RI melalui Komisi VIII menegaskan akan terus mengawal persiapan agar layanan bagi jemaah tetap optimal, termasuk melalui pembahasan Panitia Kerja (Panja) Haji.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyampaikan bahwa meskipun Panja Haji belum terbentuk, langkah antisipasi sudah dilakukan. Salah satunya melalui transfer dana sebesar Rp2,7 triliun oleh Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), yang kini melebur ke dalam Kemenhaj, untuk pembayaran uang muka layanan tenda, transportasi, dan akomodasi di Masyair serta Armuzna.

“Panja Haji DPR RI sebenarnya belum terbentuk meskipun BP Haji melakukan transfer sebesar Rp2,7 triliun sebagai pembayaran DP. Pembayaran itu karena ada tenggat layanan. Kami dari DPR, khususnya Komisi VIII, menyepakati ini agar tidak kehilangan posisi strategis di Arab Saudi,” ujar Selly, Minggu (28/9).

Meski DPR akan segera memasuki masa reses, Selly menegaskan bahwa pembahasan Panja tetap bisa digelar jika mendapat persetujuan pimpinan DPR. Ia juga menekankan pentingnya percepatan pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 agar pemerintah segera menetapkannya, sehingga jemaah bisa cepat melakukan pelunasan.

Revisi UU Haji Jadi Rujukan

Selly menekankan bahwa Panja BPIH harus bekerja selaras dengan implementasi revisi UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang telah disahkan pada 26 Agustus 2025.

“Kami tidak ingin adanya kekosongan fungsi layanan. Tentunya ini menjadi tantangan besar sebab harus dilakukan secara cepat dan tepat. Kami ingin memastikan perubahan aturan tidak berdampak buruk pada hak jemaah, layanan, ataupun kontinuitas penyelenggaraan haji dan umrah,” katanya.

Ia menambahkan, revisi UU tersebut menuntut percepatan penyusunan aturan turunan agar pelaksanaan haji tidak terhambat. “Undang-undang hanya mengatur hal-hal pokok, maka aturan teknis seperti tata kelola kuota, standar pelayanan minimal, penggunaan BPIH, maupun mekanisme pengawasan harus segera disusun. DPR mendorong pemerintah agar tidak menunda penerbitan aturan turunan ini,” tutur Selly.

Konsolidasi Aset dan SDM

Selain regulasi, DPR juga menyoroti kebutuhan konsolidasi aset dan sarana prasarana dari Kementerian Agama ke Kemenhaj. Menurut Selly, hal ini mendesak agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan maupun hambatan teknis dalam penyelenggaraan haji.

“Gedung-gedung embarkasi haji, PLHUT, pusat pelatihan manasik, peralatan logistik, hingga kontrak kerja sama dengan mitra dalam dan luar negeri harus segera dialihkan agar seluruh sumber daya fisik, keuangan, dan manajerial terkonsolidasi di bawah satu kementerian yang fokus pada urusan haji dan umrah,” pungkasnya.

Dengan segala tantangan ini, Haji 2026 akan menjadi momen pembuktian pertama Kementerian Haji dan Umrah dalam menghadirkan penyelenggaraan ibadah yang aman, nyaman, serta sesuai harapan jutaan jemaah.