Hajiumrahnews.com, Riyadh — Arab Saudi terus melanjutkan pembangunan megaproject The Line, megaproyek kota vertikal futuristik senilai sekitar US$ 500 miliar (±Rp 8.150 triliun), meskipun tengah dikaji ulang oleh dana investasi publik negeri tersebut.
The Line merupakan bagian utama dari kawasan NEOM—segmen ambisius di barat laut Arab Saudi—dirancang sebagai kota sepanjang 170 km, lebar hanya 200 m, dan tinggi mencapai 500 m. Kota ini diproyeksikan dapat menampung hingga 9 juta jiwa dengan konsep bebas kendaraan pribadi dan 100% energi ramah lingkungan.
Tahap pertama konstruksi tengah giat berjalan di koridor berlabel “Hidden Marina” sepanjang 2,4 km. Dalam wilayah ini juga dilakukan pekerjaan hidro-engineering besar: hingga Maret 2025, lebih dari 130 juta meter kubik tanah telah dipindahkan menggunakan 4.000 truk dan 500 ekskavator. Rancangan modular dirancang agar pengerjaan dapat dilangsungkan per segmen sepanjang 800 m dengan target rampung menjelang Piala Dunia FIFA 2034.
Pemerintah menghadapi tantangan serius: mulai dari laporan kondisi kerja tidak manusiawi hingga isu HAM terhadap suku lokal. Media dan lembaga HAM menyebut jam kerja berat, tempat tinggal buruk, serta ribuan kematian selama pembangunan.
Di sisi lingkungan, desain vertikal berlapis kaca mencuktakan kekhawatiran soal dampak ekologi dan habitat gurun. Selain itu, kekhawatiran mengenai biaya fantastis dan teknologi mutakhir yang sulit dibuktikan keberlanjutan operasionalnya terus bergulir.
Dana Investasi Publik Arab Saudi (PIF) kini tengah mengevaluasi kelayakan jangka panjang proyek, dengan hanya pembangunan tahap awal yang dipastikan berlanjut. Alasan evaluasi meliputi kendala keuangan, waktu, dan urgensi realisasi target dalam skema Visi Saudi 2030.
The Line adalah simbol ambisius transformasi kota masa depan, menggabungkan teknologi mutakhir, ramah lingkungan, dan keberlanjutan. Namun, kebutuhan realisasi teknologi tinggi dengan biaya besar, isu HAM dan kondisi pekerja, serta dampak ekologis masih menjadi bayang-bayang yang harus ditanggulangi. Dengan adanya kajian ulang oleh PIF, publik global kini menunggu: apakah kota ini akan jadi karya arsitektur masa depan yang revolusioner, atau hajatan ambisi yang kandas ditengah padang pasir?