
Hajiumrahnews.com — Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, menekankan pentingnya pesantren menjaga keseimbangan antara ilmu dan iman dalam membentuk generasi santri yang berkarakter kuat dan berwawasan luas.
Pesan tersebut ia sampaikan dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren, yang digelar di UIN Sunan Ampel Surabaya pada Kamis (13/11/2025).
“Kalau ingin pesantren terus melahirkan santri yang berkarakter untuk memperkuat bangsa ini, ya dengan ilmu. Dan itu ada di pesantren,” ujar Kiai Miftach.
Ia menegaskan bahwa ilmu tidak boleh dipisahkan dari nilai-nilai ketuhanan. “Ilmu harus bergandengan dengan bismillah dan khasyatullah. Jangan biarkan ilmu telanjang jalan sendiri,” katanya.
Menurut Kiai Miftach, pesantren tidak hanya menjadi pusat transmisi ilmu, tetapi juga penjaga moralitas agar ilmu yang dipelajari tidak kehilangan arah kemanusiaannya. Ia menyebut pesantren sejak dahulu menjadi penopang keseimbangan sosial bangsa.
Menyampaikan analogi yang kuat, ia berkata:
“Kalau satu kabinet diisi santri, insya Allah aman. Karena mereka tumbuh dengan ketaatan dan kesadaran bahwa setiap amalnya diawasi Allah.”
Santri, ujarnya, merupakan penjaga nurani bangsa yang taat kepada pemerintah selama tidak diperintahkan untuk berbuat maksiat, namun tetap kritis dalam memperjuangkan kebenaran.
Forum halaqah tersebut disebutnya sebagai momentum penting untuk menegaskan bahwa pesantren bukan hanya bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi institusi peradaban yang menyalakan cahaya ilmu dan moral di tengah perubahan zaman.
Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz, menjelaskan bahwa pesantren merupakan warisan tradisi keilmuan Islam sejak masa Rasulullah SAW. Ia menilai model Ashabus Suffah — para sahabat yang tinggal di serambi masjid untuk belajar — menjadi cikal bakal sistem pendidikan pesantren.
“Tradisi tersebut bertransformasi menjadi sistem pendidikan khas Nusantara yang menumbuhkan santri berilmu, beretika, dan beramal saleh,” ujarnya.
Ia juga memaparkan paradigma pendidikan pesantren masa kini yang dirumuskan dalam semangat “BERKAH”, yakni Berilmu, Etika, Religius, Kreatif, Amal Saleh, dan Hikmah. Nilai-nilai ini menjadi fondasi penting agar pesantren tidak hanya fokus pada penguasaan ilmu, tetapi juga pembentukan manusia yang utuh dan bermanfaat bagi bangsa.
Sementara itu, Menko PMK Pratikno menegaskan bahwa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam memperkuat lembaga pendidikan yang disebutnya sebagai “detak jantung bangsa.”
“Para kiai, ibu nyai, dan jutaan santri yang memilih jalan ilmu serta pengabdian adalah energi moral bangsa ini. Dari pesantren lahir semangat hubbul wathon minal iman yang menjaga Indonesia tetap damai dan toleran,” ujarnya.
Ia menyampaikan pentingnya penyegaran kurikulum pesantren agar mampu menjawab tantangan zaman. Santri, menurutnya, harus dibekali kemampuan vokasional, literasi digital, dan keterampilan berwirausaha.
“Santri harus punya kail, bukan hanya ikan,” ungkapnya menggambarkan pentingnya kemandirian ekonomi santri.
Dengan beragam pandangan dalam forum tersebut, pesantren semakin ditegaskan sebagai institusi strategis yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga generasi yang siap berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan menjaga moralitas publik.