Dylan Field: Drop-Out Kampus yang Kini Kuasai Figma Senilai Rp 1.100 Triliun, Jadi Miliarder Muda

Hajiumrahnews.com, Jakarta — Keputusan berani Dylan Field meninggalkan bangku kuliah di Brown University pada 2012 sempat dianggap gila. Namun, 13 tahun kemudian, langkah itu justru mengantarkannya menjadi salah satu miliarder teknologi termuda di dunia, dengan kekayaan mencapai US$5–6,6 miliar atau setara Rp 84–111 triliun. Figma, platform desain kolaboratif yang ia dirikan bersama Evan Wallace, resmi melantai di bursa pada 31 Juli 2025 dengan harga saham perdana US$33 per lembar. Hanya dalam hitungan jam, sahamnya melonjak hingga US$115,50 sebelum stabil di kisaran US$92,75. Lonjakan ini membuat valuasi perusahaan mencapai US$60–70 miliar, atau lebih dari Rp 1.100 triliun.

Figma, platform desain kolaboratif yang ia dirikan bersama Evan Wallace, resmi melantai di bursa pada 31 Juli 2025 dengan harga saham perdana US$33 per lembar. Hanya dalam hitungan jam, sahamnya melonjak hingga US$115,50 sebelum stabil di kisaran US$92,75. Lonjakan ini membuat valuasi perusahaan mencapai US$60–70 miliar, atau lebih dari Rp 1.100 triliun.

“Teknologi seharusnya menghilangkan hambatan, bukan menciptakan jarak. Masa depan adalah ketika siapa pun, di mana pun, bisa menciptakan sesuatu bersama tanpa terhalang ruang dan waktu,” ujar Dylan dalam wawancara usai IPO.

Titik balik hidup Dylan terjadi saat ia menerima Thiel Fellowship senilai US$100.000, program yang mendorong anak muda berbakat meninggalkan kuliah untuk membangun bisnis. Figma lahir dari obsesinya untuk menghapus jarak antara ide dan eksekusi—atau dalam kata-katanya, “eliminate the gap between imagination and reality.”

Bersama Evan Wallace, Dylan membangun Figma menjadi pemimpin pasar desain berbasis cloud. Kini, ia memegang 74,1% hak suara perusahaan, menjadikannya figur sentral dalam setiap arah strategis Figma.

Pesaing terbesarnya adalah Adobe, yang pada 2022 sempat menawarkan akuisisi senilai US$20 miliar sebelum dibatalkan akibat hambatan regulasi. Alih-alih melemah, pembatalan itu membuat Figma semakin agresif memperluas fitur, termasuk rencana integrasi kecerdasan buatan dan akses gratis untuk pelajar di negara berkembang.

Dalam surat terbuka IPO, Dylan menegaskan misinya:

“Apa yang paling saya pedulikan adalah seperti apa produk kami 5 atau 10 tahun ke depan. Apakah kami memajukan desain ke arah yang lebih baik?”

Ia membayangkan dunia di mana ide-ide kreatif dapat diwujudkan oleh siapa pun, di mana pun, tanpa terbatas lokasi, perangkat, atau kemampuan teknis.

Kisah Dylan Field adalah pelajaran bahwa keberanian mengambil risiko dapat mengubah masa depan. Dari seorang mahasiswa drop-out yang diragukan, ia kini menjadi ikon inovasi global—membuktikan bahwa mimpi besar layak dikejar, bahkan jika jalannya penuh tantangan.