Travel Haji di Bawah HIMPUH Ikut Kembalikan Duit ‘Upeti’ Kuota Haji ke KPK

Hajiumrahnews.com – Kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sejumlah biro travel haji atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) telah mengembalikan uang yang diduga terkait praktik jual beli kuota.

Salah satunya berasal dari biro travel anggota Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH). Pengembalian dana itu disita untuk dijadikan barang bukti dalam penyidikan.

“Dalam beberapa pemeriksaan terakhir, KPK juga menerima pengembalian dari para Biro Travel ataupun PIHK, khususnya dari Biro Travel di bawah asosiasi HIMPUH,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/9/2025).

Meski demikian, Budi belum merinci identitas biro travel maupun jumlah uang yang dikembalikan. “Nanti kami akan cek ya, karena ada beberapa, ada sejumlah Biro Travel yang sudah mengembalikan,” ujarnya.

Selain travel HIMPUH, pengembalian dana juga dilakukan oleh Khalid Zeed Abdullah Basalamah (KZM/KB), pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji. Ia menyerahkan dana terkait kuota haji usai diperiksa KPK pada 9 September 2025 lalu.

Kasus kuota haji ini naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025 berdasarkan surat perintah penyidikan umum, meski KPK belum menetapkan tersangka. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Skandal ini bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023 setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi. Namun, melalui SK Menag 15 Januari 2024, kuota itu dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Padahal, menurut Pasal 64 UU No. 8 Tahun 2019, seharusnya pembagian kuota mengikuti komposisi 92 persen reguler dan 8 persen khusus.

Dalam praktiknya, alokasi kuota khusus diduga dijadikan komoditas. Travel haji menyetorkan dana antara USD 2.600–7.000 per kuota (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta), melalui asosiasi sebelum sampai ke pejabat Kemenag. Dana itu diduga digunakan untuk membeli aset mewah, termasuk dua rumah senilai Rp6,5 miliar di Jakarta Selatan yang kini telah disita KPK.

Budi menegaskan KPK berharap semua pihak bersikap kooperatif. “Kami ingin perkara kuota haji ini berjalan efektif agar segera bisa ditetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab,” katanya.