
Hajiumrahnews.com — Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali mempercayakan tampuk kepemimpinan kepada KH Anwar Iskandar dalam Munas XI yang digelar di Mercure Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/11/2025). Terpilihnya kembali ulama kharismatik asal Jawa Timur ini menegaskan konsistensi kiprah, kedalaman ilmu, serta kapasitasnya dalam memimpin lembaga keulamaan tertinggi di Indonesia.
“Amanah ini bukan sekadar jabatan, tetapi tanggung jawab moral untuk menjaga marwah umat dan memperkuat persatuan bangsa,” ujar KH Anwar dalam sambutan singkat usai penetapan.
KH Anwar Iskandar lahir di Berasan, Muncar, Banyuwangi, pada 24 April 1950. Sejak kecil ia tumbuh dalam atmosfer keilmuan pesantren yang kuat. Ayahnya, KH Iskandar (Askandar), merupakan pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ulum. Lingkungan itu menjadi tempat pembentukan karakter sekaligus ladang awal kecintaannya pada ilmu agama.
Sejumlah santri senior di pesantrennya pernah menuturkan bahwa Anwar muda dikenal tekun, pendiam, dan gemar membaca kitab. “Beliau sejak muda memang menonjol dalam adab dan ketekunan mengaji,” ujar salah satu sumber internal pesantren.
Selepas mengaji pada pesantren keluarga, KH Anwar melanjutkan pendalaman ilmu agama ke berbagai pesantren ternama di Jawa. Salah satu pengalaman paling berpengaruh dalam kehidupannya adalah ketika belajar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Di sana, ia menimba ilmu langsung dari KH Mahrus Ali, tokoh karismatik yang kelak sangat memengaruhi corak pemikirannya.
Selain pendidikan nonformal, ia juga menempuh jalur akademik. Ia tercatat menempuh pendidikan di Universitas Islam Tribakti Lirboyo dan kemudian melanjutkan studi ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN Jakarta). Integrasi antara tradisi pesantren dan kampus inilah yang membentuk gaya berpikirnya yang moderat, sistematis, namun tetap berakar kuat pada tradisi ulama.
Keterlibatan KH Anwar dalam organisasi dimulai sejak remaja. Ia aktif di IPNU, lalu berlanjut ke PMII saat kuliah hingga masuk dalam struktur kepengurusan nasional. Modal kepemimpinan ini semakin berkembang ketika ia dipercaya memimpin Gerakan Pemuda Ansor Cabang Kediri selama dua periode.
Kiprahnya terus meningkat ketika ia mulai terlibat dalam struktur Nahdlatul Ulama. Ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Kediri, kemudian menjadi Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur. Dalam periode tersebut, pengaruhnya sebagai ulama penengah yang mampu merawat dialektika di internal pesantren semakin menonjol.
Selain berorganisasi, KH Anwar Iskandar merintis dua yayasan besar yang kini menaungi ribuan santri dan pelajar. Yayasan Assa’idiyah di Jamsaren dan Yayasan Al-Amien di Kediri berkembang menjadi pusat pendidikan yang melahirkan generasi baru ulama dan intelektual muda.
Kiai Anwar dikenal dekat dengan para santri dan masyarakat sekitar. Banyak kalangan menyebut bahwa pendekatan beliau yang sederhana dan mudah berbaur membuat pesantren yang ia kelola berkembang secara alami.
Kiprah KH Anwar di Majelis Ulama Indonesia berjalan bertahap. Ia memulai perjalanannya melalui beberapa posisi strategis, termasuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI. Karakternya yang tenang, argumentatif, dan mampu merangkai dialog antarulama yang berbeda pandangan membuatnya dihormati berbagai kalangan.
Pada 2023, melalui rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI, ia dipercaya menjadi Ketua Umum menggantikan KH Miftachul Akhyar. Dua tahun kemudian, dalam Munas XI, kepercayaan itu kembali diberikan secara penuh.
“Beliau sosok yang mampu merawat harmoni. Tidak banyak ulama yang memiliki ketegasan sekaligus kelembutan seperti Kiai Anwar,” ujar salah satu peserta Munas XI.
Selama ini KH Anwar konsisten mengusung gagasan penguatan ukhuwah Islamiyah. Baginya, persatuan umat adalah fondasi kedamaian sosial dan kunci kokohnya kehidupan berbangsa.
Ia juga dikenal berhati-hati dalam memberikan pandangan terhadap isu publik. Dalam sejumlah kesempatan, ia menegaskan bahwa MUI harus berdiri sebagai lembaga moral dan tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis.
“MUI harus menjadi rumah besar umat Islam dan penjaga etika kehidupan berbangsa,” tegasnya dalam forum internal beberapa waktu lalu.
Terpilihnya kembali KH Anwar Iskandar dipandang sebagai harapan baru bagi umat Islam di Indonesia. Kemampuannya dalam merawat dialog, memperkuat moderasi beragama, serta kedekatannya dengan kalangan pesantren hingga tokoh nasional menjadi modal penting bagi MUI dalam menjawab tantangan zaman.
Mulai dari isu tata kelola halal, digitalisasi layanan fatwa, hubungan antaragama, hingga perubahan sosial di era digital, KH Anwar diharapkan mampu membawa MUI tetap relevan, adaptif, dan responsif.
Perjalanan panjang dari pesantren kecil di Banyuwangi hingga kembali memimpin MUI Pusat menjadi cermin konsistensi, ketekunan, dan ketulusan seorang ulama yang mengabdikan hidupnya bagi umat dan bangsa.