Peran Ulama, Kemandirian Bangsa, dan Sinergi Ekonomi dalam Munas XI MUI (Bagian II)

Hajiumrahnews.com — KH. Ma'ruf Amin pun menyampaikan harapannya kepada Presiden Kedelapan RI, Jenderal TNI (HOR). (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo, untuk lebih menyejahterakan bangsa Indonesia.

"Oleh karena itu, kita berharap agar Bapak Presiden, tolong disampaikan, Bapak Presiden Republik Indonesia, melalui tangannya, melalui kekuasaannya, supaya beliau dapat melakukan perbaikan yang banyak untuk Indonesia yang lebih sejahtera," ujarnya.

Dan semoga Allah SWT, lanjutnya, memberkati beliau (Presiden Prabowo Subianto), merahmati beliau, memberikan kekuatan keada beliau, membimbing beliau. "Mudah-mudahan beliau selalu diberikan kemudahan-kemudahan, Aamin Yaa Rabbal A'lamin," ucapnya.

 

Ketidakhadiran Presiden RI, Prabowo Subianto

Meskipun Presiden RI, Prabowo Subianto, berhalangan hadir dalam Pembukaan Munas XI MUI Tahun 2025, KH. Ma'ruf Amin tetap memberikan dorongan semangat kepada seluruh peserta Munas XI yang hadir, termasuk apresiasi kepada para tamu undangan.

"Saya melihat wajah-wajah yang agak lesu, karena semula, setengah jam yang lalu itu, semangat, Bapak Presiden mau datang. Tapi, Allah mentakdirkan lain. Tapi, menterinya ada, Ketua MPR ada, semua ada, Bapak Kapolri (Kepala Kepolisian RI) juga ada," tuturnya.

KH. Ma'ruf Amin pun mengapresiasi sejumlah pejabat negara dan menteri-menteri yang tetap hadir dalam Pembukaan Munas XI MUI Tahun 2025 ini sehingga tetap tidak mengurangi arti strategis dan makna penting kegiatan ini.

"Jadi saya pikir, ketidakhadiran Presiden tidak perlu membuat kita menjadi (lesu), terutama Ketua Umum MUI dan para anggota MUI. Tadi semangatnya tinggi sekali, langsung lemas. Tapi justru kita tidak boleh lemas, karena judul kita 'Meneguhkan Peran Ulama,'" jelasnya.

 

Mewujudkan Kemandirian Umat

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat Masa Khidmat 2015-2020, KH. Muhammad Anwar Iskandar, menyatakan pentingnya mewujudkan kemandirian umat sebagai makna dari kemerdekaan bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

Menurutnya, kemandirian bangsa Indonesia tidak serta-merta menjadi tanggung jawab pemerintah dan negara saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab para ulama, intelektual dan cendekiawan.

"Tetapi juga harus kita tanamkan dalam jiwa kita semuanya bahwa ulama, para intelektual, para cendekiawan, juga harus merasa memiliki tanggung jawab untuk membawa bangsa ini menjadi negara yang mandiri," ujarnya.

Tepatnya, bangsa yang mandiri dalam berbagai bidang kehidupan dan itulah makna kemerdekaan yang sejati. "Mandiri di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, mandiri di bidang budaya dan mandiri dalam segalanya. Dan ketika itu sudah terjadi, baru itulah sebenar-benarnya merdeka," tegasnya.

 

Peran Ulama Mewujudkan Kemandirian Bangsa

Kemudian, KH. Muhammad Anwar Iskandar menggarisbawahi perlunya ulama berperan aktif untuk mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang benar-benar mandiri.

"Bahwa ulama perlu mengambil peran agar negara dan bangsa ini benar-benar menjadi negara mandiri, karena memang kita rasakan dan kita lihat, itu semuanya (kemandirian) belum menjadi kenyataan. Masih banyak ketergantungan kita dengan negara lain," ucapnya.

Walaupun memang, ujarnya, tidak bisa kita hidup sendirian, tanpa hubungan dengan negara lain. "Ekosistem semuanya (dunia) menuntut kita untuk itu semuanya (ketergantungan antar negara)," imbuh KH. Muhammad Anwar Iskandar yang juga Wakil Rais A'am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

 

Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat

Selain itu, Munas XI MUI juga bertujuan untuk merumuskan keputusan MUI yang mengarah pada terwujudnya kesejahteraan rakyat. "Kita juga ingin melahirkan satu keputusan dalam Munas ini, rumusan-rumusan yang mengarah kepada kesejahteraan rakyat," papar KH. Muhammad Anwar Iskandar.

Kesejahteraan rakyat, lanjutnya, menjadi bagian penting bagi kita semuanya (khususnya MUI), bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. "Tidak mungkin itu (kesejahteraan) terjadi kalau kita tidak melakukan sinergitas antara kekuatan-kekuatan yang memiliki potensi untuk membawa umat Islam khususnya dan rakyat Indonesia (umumnya) sejahtera lahir dan batin," jelasnya.

"Allah mewajibkan kita (umat Islam) untuk berzakat. Allah mewajibkan kita untuk berhaji. Itu maknanya adalah umat Islam harus kuat di bidang ekonomi dan baru setelah itu kita akan bersama-sama sejahtera," tegasnya.

 

Sinergitas Kekuatan Bisnis dan Ekonomi Kunci Mewujudkan Kesejahteraan Umat

Menurutnya, mustahil kesejateraan umat dapat terwujud tanpa adanya sinergitas yang utuh antara kekuatan-kekuatan yang ada di tubuh umat itu sendiri, khususnya kekuatan ekonomi dan bisnis. 

"Omong-kosong kita bicara soal kesejahteraan umat, tanpa ada sinergitas yang utuh antara kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri kita, terutama kekuatan-kekuatan yang berada dalam (potensi) bisnis dan ekonomi," ucap KH. Muhammad Anwar Iskandar.

Masih terlalu banyak, ujarnya, yang harus kita lakukan dalam hal ini (kesejahteraan umat) semuanya. Peradaban Islam mengajarkan kepada kita, bagaimana sebelum Rasulullah (Muhammad Shallallahu A'laihi Wasallam/ SAW) menerima risalah nubuwwah dalam bentuk wahyu, terlebih dahulu dikenalkan beliau dengan dunia usaha.

"Didekatkan dengan seorang perempuan, saudagar kaya yang namanya Khadijah, di sana beliau (Nabi Muhammad SAW) diajarkan tentang bagaimana bisnis, tentang bagaimana pasar, tentang bagaimana manajemen, dan lain-lain sebagainya," katanya.

Itu artinya, tutur KH. Muhammad Anwar Iskandar, ar-Risalah an-Nabawiyah tidak bisa dilepaskan dari kekuatan ekonomi. Isyarah-isyarah ini seharusnya harus kita tangkap dan marilah MUI menjadi garda terdepan untuk menangkap isyarah-isyarah ini.

"Sehingga harus ada sinergitas antara pengusaha-pengusaha Muslim dan Majelis Ulama Indonesia karena kesejahteraan umat, hakikatnya adalah kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, karena kita adalah mayoritas," harap Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Al-Amien Kota Kediri, Jawa Timur, itu.

 

Bersyukur Kepada Allah, Hidup di Indonesia

Lebih lanjut, KH. Muhammad Anwar Iskandar pun menyatakan rasa syukurnya kepada Allah SWT, atas terwujudnya negara kebangsaan (nation state) Indonesia. Meskipun bukan negara Islam, namun negara-bangsa Indonesia terbukti mampu mewujudkan suasana hidup rukun antar pemeluk agama sehingga tercipta kedamaian, kesejukan, keamanan dan kenyamanan hidup sebagai seorang Muslim.

"Kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) hidup di sebuah negara yang, walaupun negara kita ini bukan negara Islam, negara kita adalah nation state, negara bangsa, tetapi hidup dalam situasi yang damai, yang rukun, yang aman. Ini karunia Allah yang bukan main," paparnya.

Dan kita sebagai ulama, ujarnya, harus terus menjaga ini sampai kapan pun. Di sini lah pentingnya kita bersinergi dengan negara, dengan pemerintah, dengan tentara, dengan polisi, dan seluruh kekuatan negara. "Untuk menjaga negara ini tetap dalam keadaan baladan aminah, negara yang aman," imbuhnya.

"Baru di atasnya itu, kata (Nabi) Ibrahim (A'laihissalam), warzuq ahlahu minats tsamarati, di atas negara yang aman itu, kata al-Qur'an, warzuq ahlahu minats tsamarati, rezeki diberikan kepada seluruh rakyatnya. Jadi kaya itu perintah Tuhan," ujarnya.

Dalam pernyataan itu, KH. Muhammad Anwar Iskandar mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah Ayat 126, tentang do'a Nabi Ibrahim A'laihisalam agar negeri Mekah menjadi negeri yang aman dan berlimpah rezeki buah-buahan. Khususnya, bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir.

 وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗٓ اِلٰى عَذَابِ النَّارِۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

Artinya: (Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya, yaitu orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari Akhir.” Dia (Allah) berfirman, “Siapa yang kufur akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

Selanjutnya, KH. Muhammad Anwar Iskandar menyampaikan firman Allah SWT dalam al-Qur'an, Surat adh-Dhuha Ayat 8, tentang Allah SWT yang memberikan kecukupan kepada Rasulullah Muhammad SAW, dari kondisi sebelumnya yang fakir.

وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ

Artinya: "dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan?"

"Nabi Muhammad saja, وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ , wa wajadaka ‘â'ilan fa aghnâ, kata Allah, 'Dan Aku temukan engkau, Muhammad, dalam keadaan fakir, kemudian Aku jadikan engkau, fa aghnâ," ujarnya. 

Inilah pentingnya ke depan, lanjutnya, kita harus membangun sebuah sinergitas, untuk membawa bangsa dan negara ini menjadi bangsa dan negara yang kuat. "Kekuatan kita adalah kekuatan bangsa Indonesia," imbuhnya.

 

Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

Wakil Sekretaris Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PD PAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Masa Khidmat 2020-2025