Arab Saudi Larang Klinik Haji Indonesia Mulai 2026, DPR: Ini PR Besar!

Hajiumrahnews.com — Pemerintah Indonesia diminta segera menyesuaikan diri dengan kebijakan baru pemerintah Arab Saudi yang melarang pembukaan klinik bagi jemaah haji Indonesia mulai musim haji 2026. Aturan ini menegaskan seluruh jemaah yang sakit harus dirawat di rumah sakit setempat, bukan lagi di klinik Indonesia di Makkah atau Madinah.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, dalam rapat kerja bersama Ketua Panitia Kerja (Panja) Haji dan perwakilan Kementerian Kesehatan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

“Catatan untuk tahun ini adalah kita tidak boleh membuka klinik di sana. Jemaah yang sakit harus dibawa ke rumah sakit setempat, tidak bisa lagi dirawat di hotel atau klinik,” ujar Wachid.

Politikus Partai Gerindra itu menilai kebijakan tersebut menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah Indonesia, khususnya dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang akan bertugas di fasilitas kesehatan Arab Saudi.

“Ini sangat penting, karena kalau tidak kita siapkan SDM, nanti bahasanya Tarzan, Pak. Kasihan jemaah kita, bukan makin sehat malah mati,” tegasnya dalam rapat.

Wachid juga menekankan perlunya kerja sama lintas kementerian agar tenaga kesehatan Indonesia dapat diterima secara resmi dan berperan aktif di rumah sakit Arab Saudi.

“Jadi ini nanti akan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Kesehatan Arab Saudi,” tambahnya.

Kebijakan baru ini menjadi bagian dari pembahasan Panja Haji DPR dan pemerintah terkait penyelenggaraan ibadah haji 2026. Selain soal layanan kesehatan, rapat juga menyinggung Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), sistem syirkah, hingga layanan transportasi udara.

Untuk musim haji 2026, Indonesia memperoleh kuota 221.000 jemaah, terdiri atas 203.320 jemaah reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH sebesar Rp88,4 juta per jemaah, dengan porsi pembayaran langsung dari jemaah sebesar Rp54,9 juta.

Meski kebijakan ini menuntut penyesuaian besar, DPR berharap kerja sama kesehatan antarnegara dapat meningkatkan standar keselamatan dan pelayanan medis bagi seluruh jemaah haji Indonesia.