Hajiumrahnews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sinyal kuat akan memperluas jaring penyidikan dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji periode 2023–2024. Setelah membidik sejumlah biro perjalanan haji di Jakarta dan Jawa Timur, lembaga antirasuah kini membuka peluang untuk “menyisir” pelaku bisnis travel haji di wilayah lain.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan bahwa langkah ini merupakan bentuk keseriusan penyidik dalam menuntaskan kasus yang ditengarai merugikan negara lebih dari Rp1 triliun.
“Dimungkinkan juga penyidik melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap biro perjalanan haji di wilayah lain,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Meski begitu, ia menegaskan keputusan memperluas pemeriksaan tetap bergantung pada kebutuhan penyidikan. Untuk saat ini, fokus utama masih pada pendalaman keterangan dari para saksi di Jawa Timur, yang dianggap sebagai salah satu pusat bisnis perjalanan haji dan umrah.
“Saat ini penyidik masih fokus mendalami terhadap saksi-saksi dari biro perjalanan haji, khususnya yang di wilayah Jawa Timur,” kata Budi sebagaimana dilansir Antara.
Pada 23–24 September 2025, KPK telah memeriksa sejumlah pimpinan dan staf biro perjalanan di Mapolda Jawa Timur. Di antaranya, Direktur Utama PT Saudaraku Muhammad Rasyid, Komisaris PT Shafira Tour and Travel, serta Direktur Utama PT Persada Duabeliton Travel.
Langkah ini melanjutkan pemeriksaan serupa yang sebelumnya dilakukan terhadap saksi di Jakarta. Penyidik menelusuri indikasi adanya permintaan “uang percepatan” dari oknum Kementerian Agama kepada biro perjalanan agar jemaah bisa berangkat haji lebih cepat melalui jalur kuota khusus tambahan.
Kasus ini resmi diumumkan naik ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025, tak lama setelah KPK meminta keterangan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Taksiran awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Untuk mengantisipasi risiko pelarian, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Di luar KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan serius dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Sorotan utama mengarah pada pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan dengan komposisi 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sementara 92 persen diperuntukkan bagi jemaah reguler.
Kebijakan yang tidak sesuai aturan inilah yang diduga menjadi celah terjadinya praktik jual beli kuota haji, melibatkan oknum pejabat Kemenag dan sejumlah pelaku usaha travel.
Dengan fokus pemeriksaan yang kian meluas, publik menanti langkah tegas KPK untuk segera menetapkan tersangka dan mengungkap aktor-aktor utama dalam skandal haji bernilai triliunan rupiah ini.