KPK Dalami Pencairan Biaya Haji 2024, Kepala BPKH dan Ketua Amphuri Diperiksa

Hajiumrahnews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah saksi terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024. Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah dan Deputi Keuangan BPKH Irwanto turut hadir untuk dimintai keterangan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan, pemeriksaan kali ini mendalami proses pencairan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk jamaah tahun 2024. “Didalami terkait proses pencairan BPIH untuk jamaah haji di tahun 2024,” kata Budi kepada wartawan, Rabu (3/9/2025).

Selain itu, KPK juga memeriksa Firman Muhammad Nur selaku Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Kushardono dari PT Tisaga Multazam Utama, dan Agus Andriyanto, Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya. Pemeriksaan dilakukan pada Selasa (2/9).

“Didalami bagaimana proses mendapatkan kuota tambahan, berapa yang diberangkatkan dari kuota tambahan, berapa fee yang diminta agar mendapatkan kuota tambahan, dan mengapa ada jamaah baru daftar di 2024 tapi bisa langsung berangkat,” jelas Budi.

Usai diperiksa, Fadlul Imansyah menegaskan kehadirannya sebagai bentuk komitmen BPKH mendukung upaya penegakan hukum. “Sebagai warga negara yang baik, tentu kami mendukung penuh langkah KPK demi memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji,” ujarnya.

Kasus ini bermula dari tambahan kuota 20 ribu jamaah haji yang diberikan Arab Saudi pada 2024 setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi. Berdasarkan aturan, 92 persen kuota diperuntukkan bagi haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, KPK menemukan adanya pengalihan setengah dari kuota tambahan tersebut ke jalur haji khusus, tidak sesuai dengan ketentuan UU.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut ada lebih dari 100 travel terlibat dalam pengurusan kuota tambahan bersama Kementerian Agama. “Banyak travel, bahkan kalau tidak salah lebih dari seratus,” kata Asep saat jumpa pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (12/8).

KPK menduga pengalihan kuota tambahan tersebut menimbulkan potensi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan umum tanpa penetapan tersangka.