Hajiumrahnews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa sejumlah pihak biro perjalanan haji terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024. Kali ini, lima pihak travel dipanggil sebagai saksi oleh penyidik KPK.
“Saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023–2024,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (23/9).
Budi menjelaskan pemeriksaan dilakukan di Polda Jawa Timur. Namun, ia belum merinci materi apa saja yang akan digali dari para saksi tersebut.
Berikut daftar nama saksi yang diperiksa KPK hari ini:
Muhammad Rasyid, Direktur Utama PT Saudaraku
RBM Ali Jaelani, Bagian Operasional Haji PT Menara Suci Sejahtera
Siti Roobiah Zalfaa, Direktur PT Al-Andalus Nusantara Travel
Zainal Abidin, Direktur PT Andromeda Atria Wisata
Affif, Direktur PT Dzikra Az Zumar Wisata
Dalam perkembangan penyidikan, KPK mengungkap adanya dugaan praktik “uang percepatan” yang dilakukan oknum Kementerian Agama (Kemenag). Oknum tersebut diduga meminta sejumlah uang kepada agen travel dengan imbalan jemaah bisa berangkat haji di tahun yang sama menggunakan kuota haji khusus tambahan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut uang percepatan yang diminta sekitar USD 2.400 per jemaah.
“Oknum dari Kemenag ini kemudian menyampaikan, ‘ya, ini juga berangkat di tahun ini, tapi harus ada uang percepatan’. Nah, diberikanlah uang percepatan, kalau tidak salah itu USD 2.400 per kuota,” ujar Asep, Kamis (18/9).
Salah satu pihak yang disebut pernah mendapat tawaran ini adalah pendakwah Ustaz Khalid Basalamah. Melalui skema uang percepatan tersebut, Khalid dan rombongan jemaahnya bisa berangkat haji pada tahun yang sama, meski antrean haji khusus sebenarnya masih memakan waktu beberapa tahun.
Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka. Lembaga antirasuah itu masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum meski perkara sudah masuk tahap penyidikan.
Kasus ini bermula ketika Indonesia mendapat tambahan kuota haji sebesar 20 ribu dari Arab Saudi. Namun, Kemenag memutuskan membagi tambahan kuota itu secara rata: 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Skema ini dinilai melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
KPK menduga keputusan tersebut tidak lepas dari peran asosiasi travel haji yang lebih dulu berkomunikasi dengan Kemenag untuk mengatur pembagian kuota tambahan.
Berdasarkan perhitungan awal, KPK memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi kuota haji ini lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian timbul akibat perubahan jumlah kuota haji reguler yang seharusnya lebih besar, justru dialihkan ke haji khusus.