KPK Libatkan BPK Hitung Potensi Kerugian Negara Kasus Kuota Haji Era Yaqut

Hajiumrahnews.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara dalam dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut koordinasi intensif dengan BPK dilakukan untuk memastikan angka kerugian yang timbul akibat dugaan penyimpangan pembagian kuota. “Kami koordinasi dan komunikasi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025).

Asep menjelaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengatur pembagian kuota haji: maksimal 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk haji reguler. Namun, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan kejanggalan pada tambahan kuota 20 ribu jemaah dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024 yang dibagi sama rata: 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.

“Penghitungannya nanti dari jumlah kuota tambahan yang seharusnya menjadi kuota reguler, kemudian menjadi kuota khusus. Itu hasil komunikasi dengan pihak BPK,” jelas Asep.

KPK telah menaikkan status perkara ini dari penyelidikan ke penyidikan setelah menggelar ekspose pada Jumat (8/8/2025). Dugaan pelanggaran mengacu pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut Asep, indikasi pelanggaran mencakup praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan pihak internal Kementerian Agama, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta sejumlah agen travel. “Ada aturannya, 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk reguler. Tetapi kemudian ternyata dibagi 50-50,” tegasnya.

Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota untuk mempercepat masa tunggu haji yang bisa mencapai 25 tahun. Namun, pola pembagian yang menyimpang ini diduga dimanfaatkan pihak tertentu untuk meraih keuntungan pribadi maupun korporasi.

Meski belum mengungkap pihak penerima keuntungan, Asep menegaskan KPK tengah menelusuri dugaan adanya setoran dari agen travel kepada penyelenggara negara. “Itu yang sedang kita selusuri,” pungkasnya.