Enam Tren Pariwisata Indonesia 2026, Milenial dan Gen Z Jadi Penggerak Utama

Hajiumrahnews.com — Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memetakan enam tren utama pariwisata Indonesia pada 2026 yang diperkirakan berkembang seiring dominasi wisatawan milenial dan Generasi Z. Kedua kelompok ini dinilai sebagai wisatawan digital-native yang mendorong transformasi ekosistem pariwisata nasional berbasis teknologi, keberlanjutan, dan pengalaman personal.

Pemanfaatan teknologi seperti artificial intelligence (AI), internet of things (IoT), serta augmented reality dan virtual reality (AR/VR) disebut menjadi faktor kunci dalam menciptakan perjalanan yang lebih personal, efisien, dan imersif, sekaligus menempatkan wisatawan sebagai pusat ekosistem digital pariwisata.

“Perubahan perilaku wisatawan muda mendorong lahirnya pengalaman perjalanan yang lebih bermakna, berkelanjutan, dan berbasis teknologi,” demikian keterangan Kemenpar dalam laporan Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 yang dilansir dari laman resminya, Rabu (17/12/2025).

Metodologi Pemetaan Tren

Kemenpar menjelaskan bahwa pemetaan tren pariwisata Indonesia 2026 dilakukan melalui metode analisis berlapis dan komprehensif. Pendekatan tersebut mencakup kajian literatur, survei para ahli, serta diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) untuk menangkap berbagai sinyal perubahan secara objektif dan terukur.

Hasil kajian menunjukkan bahwa keenam tren yang diproyeksikan berkembang di Indonesia sejalan dengan dinamika pariwisata global, namun memiliki karakter lokal yang kuat.

Pendalaman Budaya dan Pariwisata Berbasis Alam

Tren pertama adalah cultural immersion atau pendalaman budaya, yang menekankan keterlibatan aktif wisatawan dalam kehidupan dan tradisi masyarakat lokal. Indonesia dinilai memiliki peluang besar melalui pengembangan desa wisata seperti Nglanggeran, Tamansari Banyuwangi, Tetebatu Lombok Timur, serta Wae Rebo di Manggarai. Wisatawan tidak hanya berkunjung, tetapi juga tinggal di homestay, mengikuti aktivitas harian, dan mempelajari nilai hidup masyarakat setempat.

Tren kedua adalah eco-friendly tourism atau pariwisata ramah lingkungan. Meningkatnya kesadaran terhadap isu keberlanjutan mendorong pengembangan destinasi berbasis konservasi alam. Pulau Macan di Kepulauan Seribu menjadi salah satu contoh penerapan konsep ini melalui pemanfaatan energi surya, toilet kompos, dan aktivitas konservasi laut.

Sementara itu, tren ketiga yakni nature and adventure-based tourism berkembang ke minat yang lebih spesifik, seperti geowisata gunung api, susur gua, hingga eksplorasi bawah laut. Standar lingkungan global mulai menjadi perhatian, termasuk di sektor wisata selam di Bali yang melibatkan kolaborasi dengan masyarakat lokal.

Kuliner, Wellness, dan Bleisure

Tren keempat adalah culinary and gastronomy tourism. Kuliner tidak lagi sekadar pelengkap perjalanan, melainkan menjadi daya tarik utama destinasi. Desa wisata seperti Candirejo Magelang, Pujon Kidul Malang, dan Bonjeruk Lombok mengembangkan paket wisata gastronomi berbasis partisipasi, mulai dari proses produksi hingga penyajian makanan tradisional.

Adapun tren kelima, wellness tourism, tumbuh seiring meningkatnya kesadaran wisatawan terhadap kesehatan fisik, mental, dan spiritual. Bali masih menjadi destinasi utama dengan paket yoga, meditasi, dan spa tradisional. Di sisi lain, wilayah seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah mulai mengembangkan konsep wellness berbasis alam, edukasi, dan budaya.

Tren keenam adalah bleisure, yakni perpaduan perjalanan bisnis dan rekreasi. Perjalanan dinas yang diperpanjang untuk berwisata semakin lazim, seiring berkembangnya ekosistem MICE, workation, dan wisata perkotaan. Kota Yogyakarta, Denpasar, dan Bandung dinilai memiliki infrastruktur yang mendukung produktivitas kerja sekaligus rekreasi.

Kemenpar menilai keenam tren tersebut menjadi peluang strategis bagi daerah dan pelaku industri pariwisata untuk beradaptasi, berinovasi, dan memperkuat daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global.