
Hajiumrahnews.com — Transformasi digital yang meluas di industri kreatif kini mendorong perubahan signifikan dalam ekosistem perfilman Indonesia. Dari produksi, promosi, sampai pengelolaan dana, seluruh proses menjadi lebih cepat, efisien, dan transparan berkat teknologi. Kondisi ini membuka peluang kolaborasi baru antara sineas dan sektor finansial digital untuk memperkuat daya saing film lokal di pasar global.
Sebagai sponsor utama JAFF Market 2025, Amar Bank menyoroti dua peluang besar yang dapat berkembang melalui sinergi antara dunia film dan perbankan digital. Dukungan tersebut diyakini mampu memperluas jangkauan produksi, memperkuat manajemen keuangan, serta mendorong industri kreatif naik kelas.
Tren produksi bersama atau co-production menjadi fenomena yang semakin kuat di perfilman nasional. Delapan dari sepuluh film terlaris sepanjang 2025 lahir dari kolaborasi lintas rumah produksi. Judul seperti Jumbo, Sore: Istri dari Masa Depan, hingga Qodrat 2 menjadi contoh keberhasilan skema tersebut. Kolaborasi internasional juga terus berkembang, seperti film Rangga dan Cinta yang digarap Miles Film bersama Barunson E&A dari Korea Selatan dan Imajinari Productions.
Kolaborasi semacam ini membuka peluang finansial baru. Model pembiayaan yang fleksibel dan terukur dari bank digital dinilai dapat mendukung kualitas produksi sekaligus memudahkan pengelolaan dana di antara para pihak.
“Amar Bank ingin menghadirkan solusi yang memudahkan rumah produksi dalam mengelola keuangan bersama mitra co-production mereka. Ini bukan hanya soal pendanaan, tetapi juga tentang membangun sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan kolaboratif,” ujar Josua Sloane, SVP MSME Amar Bank.
Ia menambahkan bahwa teknologi finansial memungkinkan produser, investor, dan pembuat film bekerja dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.
Dalam beberapa tahun terakhir, pendanaan film di Indonesia berkembang melalui berbagai skema, mulai dari investor swasta, crowdfunding, sponsor brand, hingga hibah pemerintah. Kemajuan ini menghadirkan peluang lebih luas, namun juga menuntut manajemen keuangan yang lebih profesional.
Produser sering menghadapi tantangan meyakinkan investor, sementara dana yang terkumpul belum selalu cukup menutup biaya produksi. Ketidakpastian pengembalian investasi mempersempit akses pendanaan, padahal kebutuhan pendanaan pra-produksi seperti lokasi, peralatan, dan kru sudah harus dipenuhi sejak awal.
Produser film Pangku, Gita Fara, menilai pengelolaan keuangan yang rapi sangat menentukan akses pembiayaan.
“Kami melihat potensi besar jika bank digital bisa hadir lebih dekat dengan dunia film. Banyak produser masih menghadapi tantangan dalam mengelola keuangan di tahap produksi,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa teknologi finansial dapat mempercepat proses pelaporan dan meningkatkan transparansi.
Film Pangku sendiri sebelumnya meraih White Light Post-Production Awards di JAFF Market 2024 dan memenangkan HAF Goes to Cannes Program yang membawanya ke Festival Film Cannes 2025.
Melihat dinamika tersebut, Amar Bank menegaskan komitmennya untuk terlibat lebih dalam ekosistem kreatif. Peran bank digital, menurut Josua Sloane, tidak berhenti pada penyediaan dana, melainkan mencakup dukungan menyeluruh bagi proses produksi hingga distribusi.
“Masa depan ekonomi kreatif tidak hanya ditentukan oleh ide besar, tetapi juga oleh infrastruktur digital yang mampu memperkuat ekosistemnya,” tutur Josua. Ia menekankan bahwa solusi perbankan Amar Bank dirancang untuk membantu sineas mengelola arus kas, pencatatan transaksi, serta membangun portofolio keuangan berbasis data.
Amar Bank juga menyediakan akses pembiayaan hingga Rp5 miliar bagi pelaku industri kreatif, termasuk film, untuk membantu mereka mengembangkan proyek dan menciptakan karya baru.