Tak Perlu Menunggu Puluhan Tahun, Ini 7 Negara Tanpa Antrean Haji

Hajiumrahnews.com — Ibadah haji merupakan impian setiap Muslim di dunia. Namun, keterbatasan kuota yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi membuat banyak negara, termasuk Indonesia, harus menerapkan sistem antrean panjang.

Wakil Menteri Agama RI Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan, masa tunggu calon jamaah haji Indonesia kini mencapai rata-rata 26 tahun, menyusul penyesuaian kuota nasional tahun 2026.

“Kebijakan ini dilakukan agar penjadwalan dan distribusi kuota lebih proporsional di seluruh provinsi,” ujar Dahnil dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Namun, tidak semua negara menghadapi persoalan serupa. Di sejumlah negara dengan populasi Muslim kecil dan sistem pengelolaan haji yang efisien, warga bisa langsung berangkat ke Tanah Suci tanpa harus menunggu bertahun-tahun.

Berikut daftar tujuh negara tanpa antrean haji berdasarkan laporan berbagai lembaga penyelenggara haji nasional:

1. Brunei Darussalam

Negara kecil di Asia Tenggara ini dikenal dengan sistem pengelolaan haji yang sangat efisien. Dengan populasi sekitar 400 ribu jiwa dan mayoritas beragama Islam, kuota 1.000 jamaah haji per tahun sudah lebih dari cukup.

Seluruh proses pendaftaran hingga keberangkatan dikelola langsung oleh Kementerian Agama Brunei secara digital dan transparan. Bahkan, biaya haji disubsidi besar oleh pemerintah, membuat perjalanan ke Tanah Suci menjadi lebih mudah dan cepat.

2. Maladewa (Maldives)

Negara kepulauan di Samudra Hindia ini memiliki populasi sekitar setengah juta jiwa dan mayoritas beragama Islam.
Melalui Maldives Hajj Corporation, pemerintah mengatur keberangkatan jamaah secara disiplin dan aman.

Karena jumlah pendaftar sedikit, warga bisa langsung berangkat di tahun yang sama setelah mendaftar. Dalam beberapa tahun, bahkan kuota tidak terpakai penuh karena minimnya calon jamaah.

3. Suriname

Negara kecil di Amerika Selatan ini memiliki komunitas Muslim sekitar 15% dari total penduduk, mayoritas keturunan Jawa dan India.
Meskipun jumlahnya kecil, semangat berhaji di Suriname tetap tinggi, namun kuota yang tersedia selalu mencukupi, membuat masa tunggu praktis tidak ada.

Pemerintah bekerja sama dengan organisasi Islam setempat untuk memastikan pelaksanaan ibadah haji berlangsung tertib dan aman.

4. Guyana

Guyana yang bertetangga dengan Suriname juga memiliki komunitas Muslim kecil keturunan India. Jumlah pendaftar haji di sana sangat sedikit, sehingga kuota Arab Saudi hampir selalu mencukupi setiap tahun.

Calon jamaah cukup melengkapi dokumen administrasi dan langsung diberangkatkan. Tantangan utama bagi mereka bukan antrean, melainkan jarak jauh dan biaya tinggi karena tidak adanya penerbangan langsung ke Arab Saudi.

5. Seychelles

Negara kepulauan di Samudra Hindia ini memiliki populasi sekitar 100 ribu jiwa, dengan umat Muslim hanya sekitar 1%.
Meskipun jumlahnya kecil, Arab Saudi tetap memberikan kuota resmi sebagai bentuk penghormatan bagi seluruh umat Islam.

Dengan jumlah pendaftar yang sangat sedikit, jamaah dari Seychelles hampir selalu bisa berhaji tanpa antrean.

6. Fiji

Di Fiji, umat Islam mencakup sekitar 6% dari total penduduk, sebagian besar keturunan India.
Komunitas Muslim di sana cukup aktif dan terorganisasi, sehingga setiap calon jamaah bisa berangkat kapan pun siap secara finansial dan spiritual.

Organisasi Islam di Fiji membantu mengurus manasik, kesehatan, dan pembiayaan jamaah secara kolektif. Kuota haji dari Arab Saudi pun selalu cukup dan jarang terlampaui.

7. Bosnia dan Herzegovina

Sebagai negara Eropa dengan sejarah panjang dalam Islam, Bosnia memiliki sistem pengelolaan haji yang tertib dan efisien.
Pendaftaran dilakukan terpusat melalui lembaga resmi pemerintah, dan setiap jamaah mendapat pembinaan sebelum keberangkatan.

Jumlah pendaftar masih seimbang dengan kuota yang disediakan, sehingga masa tunggu rata-rata hanya 0–1 tahun.

 

Fenomena tujuh negara tanpa antrean haji ini menjadi pembelajaran penting bagi negara-negara dengan populasi Muslim besar seperti Indonesia.
Sistem digitalisasi, transparansi, dan efisiensi birokrasi dapat mempercepat proses sekaligus menjaga akuntabilitas.

Meski tantangan utama Indonesia adalah populasi Muslim terbesar di dunia, pengelolaan kuota yang adaptif dan inovasi layanan diyakini bisa memangkas masa tunggu dan meningkatkan kenyamanan jamaah di masa depan.