Istithaah Jadi Penentu Keberangkatan, 368 Jemaah Haji Belum Memenuhi Syarat

Hajiumrahnews.com Jumlah calon jemaah haji reguler yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) mencapai 64.681 orang atau sekitar 32,04 persen dari total kuota reguler sebanyak 201.585 jemaah. Selain itu, sebanyak 110.168 calon jemaah telah dinyatakan memenuhi syarat istithaah.

Sementara untuk jemaah haji khusus, hingga pertengahan Desember 2025 tercatat baru 612 orang yang telah melunasi Bipih, atau sekitar 2,46 persen dari kuota 24.860 jemaah. Adapun jumlah calon jemaah haji khusus yang sudah memenuhi istithaah mencapai 2.891 orang.

368 Jemaah Tidak Memenuhi Istithaah

Kepala Biro Humas Kementerian Haji dan Umrah, Hasan Affandi, mengungkapkan bahwa hingga Sabtu, 13 Desember 2025, terdapat 368 calon jemaah haji yang dinyatakan tidak memenuhi istithaah.

“Hingga Sabtu kemarin yang tidak istithaah sebanyak 368 jemaah. Jika tidak istithaah dan sakitnya permanen, yang bersangkutan dapat melimpahkan nomor porsinya kepada keluarga inti,” ujar Hasan kepada Media Indonesia, Minggu (14/12/2025).

Hasan menambahkan, bagi jemaah yang kondisi kesehatannya masih memungkinkan untuk disembuhkan, keberangkatan dapat ditunda ke tahun berikutnya. Menurutnya, pemerintah telah melakukan berbagai upaya sosialisasi terkait istithaah.

“Kami sudah mengimbau dan mengingatkan jemaah melalui bank, kantor kabupaten/kota, KBIHU, media, termasuk media sosial,” kata Hasan.

DPR Soroti Visa Haji Non-Kuota

Selain persoalan istithaah, Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI juga menyoroti keberangkatan jemaah melalui jalur visa non-kuota, seperti visa furoda dan mujamalah.

Anggota Timwas Haji DPR, Singgih Januratmoko, menilai hingga kini pemerintah belum memiliki payung hukum yang kuat untuk melindungi jemaah yang berangkat melalui jalur tersebut.

“Selama ini skemanya masih business to business antara travel Indonesia dan syarikah di Arab Saudi. Pemerintah tidak ikut langsung dalam proses visa furoda,” ujar Singgih.

Ia menegaskan bahwa DPR mendorong agar dalam revisi Undang-Undang Haji yang baru, keberangkatan haji non-kuota dapat diatur secara jelas. “Ke depan, insyaallah dalam undang-undang yang baru, visa non-kuota ini akan kita atur agar jemaah tetap mendapatkan perlindungan hukum,” tambahnya.

Evaluasi Sistem Syarikah Haji

Singgih juga menyoroti sistem layanan syarikah yang diterapkan pemerintah Arab Saudi. Pada penyelenggaraan haji 2024, seluruh jemaah Indonesia ditangani satu syarikah, namun dinilai menimbulkan banyak kendala. Tahun ini, meski jumlah syarikah ditambah menjadi delapan, persoalan baru justru muncul.

“Kita berharap pelayanan membaik dengan delapan syarikah, tetapi faktanya jemaah dalam satu kloter bisa terpecah. Bahkan ada suami istri yang terpisah penempatannya,” jelasnya.

DPR, lanjut Singgih, telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk membenahi sistem tersebut. Ke depan, penanganan jemaah akan berbasis embarkasi agar satu rombongan berada di bawah satu syarikah yang sama.

“Insyaallah nanti penanganannya berbasis embarkasi, bukan lagi per kloter, supaya suami istri dan keluarga tidak terpisah lagi,” pungkas Singgih.