Selamat Tinggal Mina, Kota Lima Hari yang Penuh Hikmah

 

Hajiumrahnews.com – Mina, sebuah lembah suci yang hanya hidup selama lima hari dalam setahun, kini kembali dalam sunyi. Kota tenda yang menjadi saksi perjalanan spiritual jutaan dhuyufurrahman (tamu Allah) selama puncak haji, telah ditinggalkan oleh para peziarah yang menunaikan prosesi lontar jumrah dan mabit di hari-hari tasyrik.

Renungan menyentuh ini disampaikan oleh Muh. A. Wahyudi, Direktur Utama Sari Ramada Arafah, tepat saat dirinya dan rombongan bersiap meninggalkan Mina. Dalam catatannya, ia menyampaikan betapa Mina telah menjadi ruang refleksi batin dan madrasah keimanan yang mendalam.

"Mina bagaikan rahim seorang ibu, yang meluas untuk menampung para tamu-Nya. Dari lembah ini kami belajar bagaimana Ibrahim lulus dari ujian terbesar, bagaimana Hajar sabar dan pasrah, serta bagaimana Ismail ikhlas menerima titah Ilahi,” tulis Wahyudi dalam catatan renungannya pada 12 Dzulhijjah 1445 H.

Muh. A. Wahyudi, Direktur Utama Sari Ramada Arafah.

Kini, setelah menyelesaikan lontar jumrah hingga hari tasyrik ke-3 (Nafar Tsani), Mina kembali menjadi kota bisu. Tenda-tenda yang semula dipenuhi doa dan dzikir kini berdiri hening, merindukan kedatangan para tamu Allah di musim berikutnya.

Bagi para jemaah, meninggalkan Mina bukan hal mudah. Ada rasa haru, ada tangis syukur, ada sesal dan harapan yang bergemuruh dalam dada. Ibadah di Mina tak sekadar ritual, tetapi penghayatan mendalam terhadap warisan sejarah agung.

"Bahagia karena kami sempat menjadi penduduk kota lima harimu, Mina. Tapi juga sedih, karena harus berpisah saat masih banyak nilai-nilaimu yang belum kami resapi sepenuhnya," lanjut Wahyudi.

"Maafkan jika kami belum menjadi tamu terbaikmu. Doakan kami agar kelak dapat kembali, membawa hati yang lebih bersih dan jiwa yang lebih siap untuk taat."

Mina memang hanya dikunjungi beberapa hari dalam setahun, namun makna yang ia tinggalkan tak pernah padam dalam ingatan. Ia hidup dalam kenangan dan semangat perubahan diri bagi para hamba yang telah singgah.

Wahyudi menutup refleksinya dengan harapan yang dalam agar ibadah haji yang telah dijalani termasuk ke dalam golongan haji mabrur—sebuah predikat yang sangat mulia dalam Islam. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam An Nawawi:

"Haji Mabrur adalah haji yang maqbul (haji yang diterima). Haji Mabrur adalah haji yang tidak tercampuri dengan dosa."

Semoga, setiap jemaah yang pernah tinggal di kota lima hari ini, mampu membawa pulang oleh-oleh terindah: ketundukan, keikhlasan, dan kecintaan yang lebih dalam kepada Allah SWT.

“Mina, semoga kita bertemu kembali di musim haji mendatang. Aamiin yaa Mujiebassaailin.”