Hajiumrahnews.com – Dalam sunyi dan sibuknya persiapan acara besar di kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), tak banyak yang menyadari bahwa di balik layar ada sosok pekerja keras yang mengabdikan dirinya dengan sepenuh hati. Ia adalah Muhtasin, Kepala Bagian Layanan Umum UNJ, yang selama lebih dari tiga dekade telah menjadikan pengabdian sebagai bentuk amal yang tak henti ia tunaikan.
Lahir dari keluarga sederhana di Kebumen, Jawa Tengah, Muhtasin menapaki kariernya dengan prinsip hidup yang diwariskan ibunda: rajin, jujur, bekerja dengan hati, dan bertawakal kepada Allah SWT.
“Bagi saya, memberi contoh lebih penting daripada sekadar memberi perintah,” ujarnya, saat ditemui Jumat (23/5), di sela kesibukannya mempersiapkan fasilitas untuk kegiatan kampus.
Di saat banyak pejabat lebih suka memberi instruksi, Muhtasin justru memikul langsung tanggung jawab di lapangan. Pernah suatu sore ia terlihat tergopoh-gopoh membawa tumpukan kursi demi memastikan kesiapan sebuah acara.
Meski menjabat sebagai pejabat struktural, ia tak segan membantu timnya secara fisik. “Saya ingin membangun solidaritas kerja yang nyata, bukan hanya lewat kata-kata,” ucapnya penuh keyakinan.
Karier Muhtasin dimulai sejak 1989 sebagai staf administrasi prodi. Seiring waktu, ia menjelajahi berbagai bidang: akademik, kepegawaian, keuangan, hingga layanan umum. Dari bagian hukum hingga LPPM dan Pascasarjana, ia menorehkan pengabdian tanpa jeda.
Kini, di usia 57 tahun, menjelang masa purna tugas, ia tetap aktif memastikan semua kebutuhan operasional kampus berjalan lancar—dari kendaraan, ruang rapat, hingga fasilitas pimpinan.
Pria yang dikenal dengan senyumannya ini menegaskan bahwa pekerjaan bukan tentang sulit atau mudah, tetapi tentang ikhlas atau tidak. Baginya, kebahagiaan adalah saat acara berlangsung tanpa banyak keluhan.
Ia juga menambahkan bahwa pekerjaan yang menantang bukanlah yang sulit, melainkan yang tidak bisa dilakukan. “Selama masih bisa dikerjakan, itu belum menantang,” ujarnya sambil tersenyum.
“Kalau acara sukses dan semua lancar, itulah rasa syukur kami. Kalau ada kendala, kami jadikan bahan evaluasi. Bekerja itu ladang pahala.”
Muhtasin juga mencatat pentingnya terus belajar. “Saya dulu buta komputer. Tapi karena niat dan pengalaman, saya belajar. Tak perlu jadi ahli, yang penting bisa,” tambahnya merendah.
Bagi Muhtasin, yang akan ia tinggalkan bukan hanya struktur kerja, tetapi nilai-nilai ketulusan, kerja sama, dan keteladanan. “Saya ingin anak-anak muda nanti tetap menjunjung nilai kebersamaan, jangan hanya mengejar jabatan, tapi juga kebermanfaatan,” tuturnya.
Muhtasin adalah contoh nyata bahwa kerja bukan sekadar rutinitas, tapi ladang ibadah. Ia hadir sebagai panutan di tengah dunia kerja yang kerap lupa pada makna keikhlasan.