Hajiumrahnews.com, Jakarta – Wacana pemangkasan kuota haji Indonesia oleh Arab Saudi hingga 50 persen akhirnya dipastikan batal. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (11/6/2025). Menurutnya, Arab Saudi kini justru menunjukkan kepercayaan besar terhadap manajemen haji Indonesia yang sedang direformasi total.
“Karena tahun depan pengelolaan haji tidak lagi di Kementerian Agama, dan Presiden membentuk badan setingkat kementerian, maka pemerintah Saudi menyatakan ada harapan dengan manajemen baru itu,” ujar Dahnil.
Dahnil menjelaskan, kekacauan pengelolaan haji tahun ini memang sempat menjadi perhatian serius Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Namun, komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk BP Haji yang lebih profesional membuat pihak Saudi melunak dan memilih menjalin kerja sama teknis dalam rangka perbaikan menyeluruh.
Menanggapi isu ini, praktisi penyelenggara haji dan umrah sekaligus Presiden Indonesia Saudi Arabia Business Council (ISABC), Muhammad Hasan Gaido, memberikan pandangan strategis. Ia menegaskan bahwa keputusan mengenai kuota haji Indonesia bukan hanya wewenang administratif semata, melainkan kebijakan tingkat kepala negara.
“Tidak bisa BP Haji dan Kementerian Haji Umrah Saudi bertindak gegabah mengenai pemotongan kuota haji Indonesia karena penentuan jemaah haji ada kewenangan raja sebagai kepala negara Arab Saudi dan menjadi kebijakan negara-negara OKI sejak 1987, yakni satu jemaah haji per seribu warga muslim di suatu negara,” tegas Hasan Gaido.
Dengan jumlah penduduk Muslim Indonesia yang telah mencapai 243 juta jiwa, menurut Hasan, kuota haji Indonesia seharusnya justru ditingkatkan menjadi 243.000. Hal ini juga sejalan dengan visi besar Saudi Vision 2030 yang menargetkan 30 juta pengunjung untuk haji, umrah, dan pariwisata.
“Artinya, Arab Saudi bukan ingin mengurangi kuota, tetapi justru menambah. Apalagi, jemaah umrah Indonesia saat ini menempati peringkat pertama dunia dengan total 1,4 juta jemaah karena kemudahan sistem visa digital dan layanan berbasis aplikasi,” tambah Hasan.
Hasan Gaido juga menyoroti kelemahan dalam penyelenggaraan haji reguler dalam tiga tahun terakhir yang menurutnya belum memenuhi harapan masyarakat, berbeda dengan haji khusus yang dikelola Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan memiliki kualitas layanan yang lebih baik.
“Sudah waktunya pemerintah melihat kelemahan penyelenggaraan haji 2023, 2024, dan 2025. Jemaah haji khusus yang diselenggarakan oleh travel PIHK justru menunjukkan pelayanan yang semakin baik dan nyaris tanpa kesalahan,” jelasnya.
Ia menyarankan agar pemerintah memberi ruang lebih besar pada sektor swasta dengan membuka peluang migrasi nomor porsi jemaah haji reguler ke haji khusus. Dengan demikian, masyarakat bisa memilih layanan yang sesuai dengan harapan dan kemampuan finansialnya, seperti skema yang diterapkan di Malaysia.
“Gaido Travel sebagai penyelenggara haji khusus yang telah berpengalaman lebih dari 22 tahun siap melayani calon jemaah haji yang ingin migrasi dari haji reguler ke haji khusus,” pungkas Hasan Gaido.
Sebagai tindak lanjut dari kepercayaan ini, Kementerian Haji Arab Saudi dijadwalkan akan berkunjung ke Indonesia pada Juli mendatang untuk mendiskusikan teknis pelaksanaan haji 2026 secara lebih mendetail. Salah satu agenda penting adalah pembentukan tim asistensi Saudi yang akan mendampingi langsung proses perencanaan bersama BP Haji.
Dengan kerja sama erat ini, pemerintah Indonesia berharap bukan hanya kuota dipertahankan, tapi juga bertambah di masa depan. “Yang jelas, masyarakat tidak perlu khawatir. Kita optimis tahun 2026 akan ada banyak perubahan positif, bahkan semoga ada penambahan kuota,” tutup Dahnil.