Rektor UIN SMH Banten Usulkan Kementerian Haji dan Pembenahan Sistem Syirkah

Hajiumrahnews.com – Makkah. Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten, Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, M.Pd., menyampaikan sejumlah usulan strategis sebagai kontribusi akademisi dalam penyempurnaan tata kelola ibadah haji Indonesia. Pernyataan ini ia sampaikan di Makkah, Minggu (8/6/2025), sebagai bentuk kepedulian terhadap kualitas pelayanan haji nasional.

Dalam pandangannya, Prof. Wawan menilai bahwa pengelolaan ibadah haji sebaiknya tidak lagi dilakukan oleh lembaga non-kementerian. Ia mengusulkan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah sebagai institusi tersendiri, sejajar dengan Kementerian Haji Arab Saudi. “Akan lebih tepat jika dibentuk Kementerian Haji dan Umrah, agar pengelolaan haji lebih terarah dan terintegrasi,” jelasnya.

Isu infrastruktur juga menjadi perhatian. Mengingat penambahan kuota haji setiap tahunnya, ia menyoroti pentingnya pembangunan akomodasi bertingkat di Mina, yang bisa dilakukan melalui mekanisme konsorsium antarnegara pengirim jemaah.

Untuk pelayanan jemaah lanjut usia dan disabilitas, Prof. Wawan menyarankan penggantian sistem dorong kursi roda dengan moda transportasi ringan seperti bentor (becak motor) yang lebih efisien dalam kondisi kepadatan di lokasi ritual.

Masalah Miqat Yalamlam turut menjadi sorotan. Ia menilai minimnya penanda dan sarana prasarana membuat banyak jemaah melewati miqat tanpa menyadari. “Miqat Yalamlam perlu fasilitas khusus. Jangan hanya mengandalkan pengumuman singkat di pesawat, apalagi saat itu pesawat bisa sudah melampaui batas miqat,” katanya.

Terkait pelaksanaan dam (denda haji), ia menyarankan agar proses sembelih hewan dilakukan di Arab Saudi secara profesional dan transparan. Hasil olahan dagingnya bisa dikirim ke Indonesia, Palestina, atau negara lain yang membutuhkan. Ia menekankan pentingnya keterbukaan kepada jemaah melalui KBIH, termasuk akses langsung terhadap proses dam.

Prof. Wawan juga memberi perhatian khusus pada wacana penerapan kembali sistem syirkah. Menurutnya, maksimal hanya dua syirkah yang benar-benar profesional dan terbuka yang boleh dilibatkan. Ia menyarankan agar hotel yang digunakan jemaah ditampilkan secara live melalui Zoom, lengkap dengan foto pimpinan syirkah dan nomor kontaknya, untuk menjamin transparansi dan kepercayaan publik. “Keterbukaan ini penting agar jamaah mendapat informasi langsung, tidak hanya dari brosur,” pungkasnya.

Usulan ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan serius bagi Pemerintah Indonesia dalam menyusun langkah perbaikan ke depan, demi menjamin kenyamanan, keselamatan, dan kekhusyukan ibadah jemaah haji Indonesia.