Hajiumrahnews.com, Makkah – Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2025 menuai sorotan tajam dari Pemerintah Arab Saudi. Kritik utama muncul terkait kualitas layanan dan transparansi data kesehatan jamaah haji. Salah satu pejabat Kementerian Haji Saudi bahkan mengungkapkan keprihatinan mendalam dengan pertanyaan menohok, “Why do you bring people to death here?” Kalimat ini mengacu pada beberapa kasus wafatnya jamaah dalam kondisi yang tidak layak terbang, termasuk satu kasus kematian di dalam pesawat saat menuju Madinah dari Surabaya.
Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Republik Indonesia, Gus Irfan Yusuf, membenarkan bahwa pihak Saudi menyoroti data istithaah atau kelayakan fisik jamaah yang dianggap belum akurat. Sebagai respon atas evaluasi tersebut, Arab Saudi mewacanakan pengurangan kuota haji Indonesia hingga 50 persen untuk musim haji 2026. Gus Irfan menegaskan bahwa saat ini pihaknya tengah bernegosiasi agar pengurangan tersebut tidak diberlakukan, sambil mempersiapkan sistem baru pasca-peralihan manajemen haji dari Kementerian Agama ke BP Haji.
Dalam menghadapi kritik tersebut, Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menyampaikan optimisme dan semangat pembaruan. Ia mengungkap bahwa tahun ini terdapat empat terobosan besar yang menjadi pijakan reformasi dalam penyelenggaraan haji nasional. “Saya bersyukur ada sejumlah hal baru dalam rangka memberikan layanan terbaik bagi jamaah haji Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers di Makkah, Selasa, 10 Juni 2025.
Empat terobosan yang dimaksud antara lain adalah:
Pertama, penurunan rata-rata biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dari Rp93,4 juta menjadi Rp89,4 juta.
Kedua, pelebaran kerja sama dengan delapan syarikah (perusahaan penyedia layanan haji) di Arab Saudi, mengakhiri era dominasi satu syarikah yang dinilai memonopoli.
Ketiga, kemudahan dalam pelaksanaan dam atau hadyu yang kini dapat dilakukan di Indonesia atau melalui sistem Adahi di Saudi.
Keempat, distribusi kartu Nusuk yang berhasil mencapai 96 persen, mempermudah akses jamaah dalam berbagai layanan selama puncak haji.
Menag Nasaruddin juga menyampaikan bahwa fase puncak haji 2025 di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) berjalan cukup lancar meski diakui masih terdapat kendala teknis. Kementerian menyampaikan permintaan maaf atas segala kekurangan dan terus berupaya memperbaiki pelayanan, terutama terkait evakuasi jamaah dan distribusi logistik.
Langkah konkret lain yang tengah disiapkan adalah pembentukan tim kerja (task force) gabungan antara Indonesia dan Saudi. Tim ini akan fokus pada validasi data kesehatan jamaah, pengelolaan logistik, pemantauan standar hotel, jumlah kasur per tenda, serta pemeriksaan makanan dan tenda di Armuzna. Pemerintah Arab Saudi juga menetapkan bahwa pelaksanaan dam hanya diperbolehkan dilakukan melalui perusahaan resmi seperti ad-Dhahi, dengan ancaman sanksi bagi pelanggaran.
Dengan peralihan penuh ke BP Haji pada musim haji tahun depan, diharapkan reformasi layanan bisa dijalankan secara lebih terstruktur dan profesional. Gus Irfan menyebut bahwa sistem manajemen baru akan membawa perbaikan signifikan, terutama dalam aspek keselamatan, pelayanan, dan perlindungan jamaah.
Pada akhirnya, seluruh ikhtiar ini diarahkan untuk menghadirkan penyelenggaraan haji yang berkualitas, aman, dan bermartabat, serta mengantar setiap jamaah meraih haji mabrur. Seperti ditegaskan Imam An-Nawawi, “Haji mabrur adalah haji yang maqbul (diterima), dan tidak tercampuri dengan dosa.”